Wednesday, November 8, 2017

Belajar Kegagalan dan Empati dari Kisah Hidup J.K. Rowling

Belajar Kegagalan dan Empati dari Kisah Hidup J.K. Rowling

Nama Joanne Kathleen Rowling atau J.K. Rowling pasti sudah tak asing lagi di telingamu. Wanita berkebangsaan Inggris ini adalah penulis dari seri novel Harry Potter yang sangat populer. Buku terakhir seri tersebut, Harry Potter and the Deathly Hallows, terjual lebih dari 15 juta kopi dalam waktu 24 jam saja, menjadikannya novel fiksi dengan penjualan tercepat sepanjang sejarah.

Forbes menaksir aset kekayaan J.K. Rowling telah mencapai US$650 juta, alias sekitar Rp8,8 triliun pada tahun 2017. Rowling adalah salah satu wanita paling berpengaruh, sekaligus penulis paling sukses di Inggris Raya, dan diidolakan oleh ratusan juta penggemar dari seluruh dunia.

Tahukah kamu bahwa sebelum seri Harry Potter meledak di pasaran, hidup Rowling bisa dibilang termasuk menyedihkan? Dalam upacara wisuda Harvard University tahun 2008, J.K. Rowling menceritakan kisahnya di masa lalu. Bagaimana kegagalan memberinya pelajaran, pentingnya imajinasi, serta apa harta yang paling berharga dalam hidup kita. Simak di bawah.

Menyalahkan orang tua itu ada batasnya.
Orang tua J.K. Rowling berasal dari keluarga miskin, dan keduanya sama-sama tidak memiliki pendidikan tinggi. Rowling sendiri sejak kecil sudah ingin menjadi penulis novel, namun orang tuanya lebih ingin ia masuk jurusan pendidikan yang “normal”. Bagi mereka, minat menulis sang anak hanya hobi yang tidak bisa dijadikan mata pencaharian.

Pada dasarnya orang tua Rowling hanya tidak ingin anak mereka jatuh miskin. Kemiskinan mendatangkan banyak hal buruk, termasuk rasa takut, stres, hingga depresi. Kemiskinan menjadikan hidup kita susah, bahkan hina. Seseorang yang berhasil melampauinya boleh besar kepala, kemiskinan itu sendiri bukanlah hal yang membanggakan.

Andai Rowling mengikuti keinginan orang tua, kita tidak akan mengenal sekolah sihir yang bernama Hogwarts. Tapi ia memaklumi pola pikir orang tuanya tersebut. Lagi pula, menyalahkan orang tua atas kehidupan kita yang salah jalan itu hanya bisa kita lakukan sampai batas umur tertentu.

Ketika kita sudah cukup dewasa, kita bertanggung jawab menentukan jalan hidup sendiri. Ini sama seperti apa yang pernah diucapkan Bill Gates, “Bila kamu terlahir miskin, itu bukan kesalahanmu. Tapi bila kamu mati dalam keadaan miskin, itu kesalahanmu sendiri.”

Kekuatan dapat muncul dari kegagalan
Orang dewasa muda, dalam rentang usia 20-30 tahun, sering kali mengalami apa yang disebut sebagai quarter-life crisis. Ini adalah masa krisis yang muncul akibat transisi kehidupan dari usia muda menjadi orang dewasa. Masa ini adalah masa yang penuh keraguan, stres, dan rasa takut karena mereka bingung bagaimana caranya menjadi orang dewasa yang benar.

Bila kamu termasuk salah satu orang yang dihantui oleh rasa takut itu, maka kamu bisa belajar dari J.K. Rowling. Pada usia 28 tahun, Rowling adalah orang gagal. Tidak hanya gagal, ia bahkan menyebut dirinya sebagai “orang paling gagal yang ia kenal”.

Bagaimana tidak? Ia baru saja bercerai dari pernikahan yang hanya bertahan selama setahun. Ia tidak punya pekerjaan, dan harus membesarkan anak perempuan yang masih bayi. Tujuh tahun setelah lulus kuliah, Rowling begitu miskin sampai-sampai hanya bisa hidup dengan mengandalkan santunan dari pemerintah.

Gagal itu tidak menyenangkan, tapi dari sana Rowling justru mendapat kekuatan. Ia sadar, meskipun ia telah begitu gagal sampai tidak punya apa-apa lagi, ia masih bisa hidup. Justru karena ia tidak punya apa-apa, ia bisa fokus pada satu hal yang benar-benar penting dalam hidupnya: menulis. Di atas puing-puing hidupnya yang baru saja hancur, Rowling membangun fondasi yang kokoh untuk sebuah kehidupan baru.

Ketika kamu belum gagal, pikiranmu dihantui oleh bayangan akan betapa buruknya kegagalan itu. Tapi justru saat kamu sudah gagal, kamu akan tahu betapa dirimu ternyata lebih kuat dari yang kamu bayangkan. Ketika kamu menyadari hal ini, semua rasa takutmu akan hilang, sehingga kamu bisa mencurahkan seluruh energi hingga batas maksimal.

Imajinasi menumbuhkan empati
J.K. Rowling berkata bahwa hal yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lainnya di muka bumi adalah manusia punya kemampuan untuk belajar dan memahami sesuatu tanpa harus mengalaminya langsung. Dengan kata lain, kemampuan berimajinasi. Imajinasi bukan hanya tentang membayangkan kisah fantasi, tapi juga punya dampak besar di dunia nyata.

Imajinasi adalah kekuatan, dan dapat menjadi sesuatu yang baik atau buruk tergantung dari pemiliknya. Seseorang dapat menggunakan imajinasi untuk menumbuhkan rasa empati, atau untuk memanipulasi orang lain. Kita bertanggung jawab menggunakan imajinasi dengan cara yang baik, apalagi bila kita memiliki kedudukan tinggi di masyarakat.

Mungkin kamu adalah sarjana yang punya pengaruh di dunia akademik, atau pejabat yang bisa mempengaruhi keputusan pemerintah. Status serta pengaruh seperti ini seharusnya kamu manfaatkan untuk membuat kehidupan orang lain jadi lebih baik. Tidak perlu ilmu sihir seperti Harry Potter, cukup dengan imajinasi.

Gunakan imajinasi untuk menempatkan dirimu di posisi orang lain. Bayangkan apa yang bisa kamu lakukan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik. Angkat suaramu untuk mewakili mereka yang tak didengar, dan pasang badanmu untuk melindungi mereka yang lemah. Maka kamu akan menjadi manusia yang tidak hanya dicintai diri sendiri dan keluarga, tapi juga ribuan bahkan mungkin jutaan orang yang hidupnya telah kamu ubah.

Yang lebih berharga daripada harta
Ketika sedang berada dalam titik terendah hidupnya, ada satu hal penting yang menyokong Rowling, yang menurutnya memiliki nilai “lebih berharga daripada batu permata”. Hal itu adalah persahabatan. Teman yang dikenal Rowling semasa kuliahnya, di kemudian hari menjadi sahabat seumur hidup yang tak tergantikan.

Ketika kamu dan teman-temanmu sudah melewati pengalaman hidup bersama-sama, kalian akan terhubung oleh sebuah ikatan yang sangat erat. Sahabat adalah tempat di mana kamu bisa meminta pertolongan di saat sulit, berbagi di saat bahagia, bahkan mungkin lebih dekat daripada keluarga.

Memiliki sahabat adalah salah satu hal yang dapat membuat hidup kita lebih bermakna. Seperti yang dikatakan oleh filsuf Romawi kuno, Lucius Annaeus Seneca, “Hidup itu bagaikan sebuah cerita. Yang penting bukanlah seberapa panjang, tapi seberapa bagusnya.” Semoga kisah hidup J.K. Rowling ini dapat memberi kita pelajaran dan mengubah hidup kita menjadi lebih baik lagi.

Sumber: J.K. Rowling/Harvard Gazette

(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto)

sumber:
https://id.techinasia.com/kisah-hidup-jk-rowling

Tuesday, November 7, 2017

10 Prinsip Mendidik Anak Ala Pangeran William - Kate Middleton


*10 Prinsip Mendidik Anak Ala Pangeran William - Kate Middleton Ini Patut Dicontoh*
Dalam dongeng kerap kali diceritakan kehidupan keluarga kerajaan yang serba ada. Para pangeran dan putri dikisahkan hidup penuh kemewahan, memakai barang sutera, makan dari piring emas, dan menghabiskan waktu dengan hal-hal menyenangkan. Lalu, apakah di kehidupan nyata kehidupan keluarga kerajaan juga seperti itu?

Kali ini, TribunStyle akan mengungkap sisi lain kehidupan keluarga Duke of Cambridge yang jarang terekspose media. Apakah Pangeran George dan Putri Charlotte juga hidup penuh kemewahan dari Duke dan Duchess of Cambridge? Melansir dari laman Brightside, inilah 10 prinsip mendidik anak yang dilakukan Pangeran William dan Putri Kate Middleton kepada para buah hatinya.

*1. Menjadi keluarga kerajaan tak berarti harus selalu memakai barang mewah*
Walaupun memiliki harta yang melimpah, Kate dan William bukan pasangan yang konsumtif. Hal ini tercermin dari barang-barang yang mereka dan anak-anakanya kenakan.Seringkali Pangeran George atau Putri Charlotte mengenakan pakaian 'lungsuran' dari orangtua bahkan paman mereka. Kate dan William juga terlihat sering membeli pakaian yang tidak mewah atau branded.

*2. Pangeran George dan Putri Charlotte boleh menonton kartun*
Di keluarga Duke of Cambridge, menonton TV hukumnya tidak dilarang. Namun, tetap ada jadwal dan pengawasan untuk anak-anak mereka menonton kartun. Charlotte sering meminta untuk menonton Peppa Pig, sedangkan kartun favorite George adalah Fireman Sam.

*3. Komputer, smartphone, dan tablet adalah mainan orang dewasa*
George dan Charlotte menghabiskan banyak waktu di luar, mengendarai sepeda dan melompat ke genangan air. Mereka sangat dibatasi saat menggunakan perangkat elektronik. Kate dan William berpikir bahwa mainan ini lebih cocok untuk usia yang lebih tua.Sementara bola, lompat tali, dan permainan di luar ruangan lainnya adalah perangsang yang baik untuk perkembangan kreativitas anak.

*4. Tidak memberlakukan hukuman fisik kepada anak-anak*
Betapapun buruknya perilaku anak-anak, Duke dan Duchess of Cambridge tidak pernah menggunakan hukuman fisik. Orang tua menggunakan metode mereka sendiri untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak. Jika George mengamuk, ibunya langsung menemukan cara untuk mengalihkan perhatian anak yang marah, misalnya dengan nyanyian nyaring.

*5. Harus mengikuti etiket dan menunjukkan prilaku yang baik di depan umum tak terkecuali anak-anak*
George dan Charlotte paham bahwa jika mereka berkelakuan buruk di sebuah acara publik mereka akan dibawa pergi dan tidak boleh mengikuti acara tersebut. Dalam keluarga kerajaan ada aturan perilaku yang ketat, bahkan untuk anak-anak.

*6. Penting mengenalkan kecintaan pada olahraga*
Kate menyukai hoki rumput sedangkan William suka bermain sepak bola, bola basket, dan polo. Pangeran George dan Putri Charlotte tidak menunjukkan minat yang luar biasa dalam olahraga sekarang, namun orang tua mereka yakin bahwa anak-anak mereka akan mengikuti jejak mereka di masa depan.

*7. Hal pendidikan adalah yang utama*
Membaca buku merupakan kegiatan favorit Pangeran George dan Putri Charlotte. Kate sangat sering membawa anak-anak ke pameran buku dan museum. Museum favorit mereka adalah Museum of Natural History di London. "Anak-anak suka kemari, dan percayalah itu bukan hanya karena dinosaurus," kata Duchess.

*8. Setiap orang memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka secara bebas*
Banyak rumor di luar sana yang mengatakan hidup dalam keluarga kerajaan itu terkekang karena sulit mengekspresikan diri. Namun Kate dan William secara aktif mengembangkan kecerdasan emosional pada anak-anak mereka.

*9. Hargai pekerjaan orang lain*
Sejak usia dini, cucu butut Ratu Elizabeth ini mengerti bahwa pekerjaan seseorang harus dihargai. Tidak peduli apakah ibu yang menyiapkan makanan atau pembantu yang membersihkan rumah, semua harus mereka hargai. Inilah sebabnya mengapa George dan Charlotte tahu bahwa mereka tidak boleh menyia-nyiakan makanan. Mereka juga harus mengambil pakaian yang tersebar oleh mereka sendiri.

*10. Keluarga adalah prioritas nomor satu*
George yang baru berusia 4 tahun mampu menjaga adik perempuannya. Kate mengatakan George dan Charlotte juga menjadi teman baik. Bahkan di usia muda, anak-anak mengenal sejarah keluarga mereka dan sering mengunjungi makam nenek mereka, Putri Diana. Kate dan William juga berusaha menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama anak-anak mereka. George, misalnya, suka mengobrol tentang segala hal dengan ayahnya, sedangkan Charlotte suka memasak bersama ibunya. (TribunStyle.com/Maharani Krisna Handayani)

http://www.msn.com/id-id/gayahidup/pengasuhan/salut-10-prinsip-mendidik-anak-ala-pangeran-william-kate-middleton-ini-patut-dicontoh